1 Apr 2010

Pers Indonesia, Sudah Bebaskah?

Beberapa bulan ini kita disuguhi pertunjukan drama yang sangat – sangat  menarik. (Contoh) mulai dari kasus Cicak Buaya, persidangan Antasari, Bank Century, dan terakhir “Manusia 25 Miliyar”, Gayus T.

Semuanya kelihatan sudah di atur, saling menutupi berita - berita yang belum clear masalahnya. Penonton (kita) seperti dihipnotis, agar melupakan masalah Anatasari, masalah Century dan masalah lainnya dengan adanya berita “Manusia 25 Miliyar”.

Masalah banjir di Kerawang Jawa Barat pun seperti lewat begitu saja, padahal ribuan nyawa sangat membutuhkan bantuan, seperti bantuan yang kita berikan kepada korban bencana di Aceh, Padang dan tempat lainnya. Apalagi nasib warga porong, Sidoarjo… apa sudah selesai penanganan bencana di sana?  Kasus Artalita juga dulu sempat hilang begitu saja, tahu – tahu…dia kedapatan tinggal di Istana penjara.

Jadi timbul pertanyaan, “Jangan – jangan pers kita masih terikat tali kekang, bisa distir seperti jaman orde baru”.

Target "rating penonton" atau omset penjualan (koran) seharusnya bukan menjadi alasan satu - satunya memberitakan suatu kejadian, kontrol terhadap badan/instansi pemerintahan dalam melayani masyarakat seharusnya menjadi alasan lainnya.

Janji Pak Patrialis Akbar (Mentri Hukum dan HAM) : “Silahkan kepada pers untuk liput keadaan penjara setiap satu minggu sekali”. Namun satu – dua bulan ini tidak ada berita yang membahas masalah “Istana di Penjara” lagi.

Banyak sekali informasi  yang perlu dilaporkan kepada masyarakat secara terus menerus agar kejadian - kejadian yang tidak kita inginkan tidak terulang dan terlulang lagi. Penggunaan borax pada pengawetan tahu, bakso dan ikan asin, formalin pada campuran pembuatan mie. Razia daging oplosan/daging glonggong. Apakah kini masyarakat sudah yakin tidak ada lagi?

Terima kasih telah berkunjung.
Info:
Daftar Satellite dan Channel bisa di lihat disini
Update harga Receiver dan lainnya bisa dicek disini
Terkait...



On Facebook



0 komentar: